Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs

Pages

Senin, 09 Desember 2013

Kejutan Sebelum Ramadhan #10

Hei, guys! 
Udah pernah baca cerpen "Satu Hari"? Cerpen kece ini ada di kumcer Kejutan Sebelum Ramadhan buku ke 10. Mau tahu sedikit bocoran kisahnya? Yuuuk, cek this out!



20 tahun aku mengenalmu, mengenal namamu, yang terdengar begitu indah di telingaku...
10 tahun hidup denganmu,
membuatku hafal kebiasaanmu,
Membuatku juga mengikuti
kebiasaan itu...

kau membuatku merindukan momen-momen bersamamu,
rindu pada film horor,
lengan kekarmu,
juga selimut taplak meja...

kau membuatku berharap selama 10 tahun terakhir, berharap akulah satu-satunya perempuan yang kau cinta...

aku, perempuan yang 10 tahun terakhir ini hidup seatap denganmu,
berdebar-debar menanti kata-kata magic-mu


kau mengeluarkan benda itu, benda sakral itu.

dan aku...

aku semakin berdebar-debar, Dewa...
akhirnya, kau katakan kalimat itu.

kau segera memelukku bahagia, dan aku pun membalas pelukanmu,

seraya menangis...

tahukah kau Dewangga Arif Wicaksana?

10 tahun aku menunggumu melamarku dan kini kau menjawab pertanyaanku selama ini...

Tanpa mengetahui bagaimana perasaanku...




#10. Buku 10
Selain cerpen "Satu Hari" ada juga karya-karya penulis lain yang nggak kalah keren lho! Ini nih, daftarnya :
Allurment  Fatiha Dhilla ̴ @Fatihadhilla

Berhutang Kata ‘MaafIin Indriyati  ̴ @Jo_iin

Bertemu Lagi Nurida Oktafia ̴ @nuridarida

Bulan Juni Andi Fatimah Azzahra ̴ @kicaubiru | @ftimazzahra

Dialog Pagi Hari Cappucinored

Doa Hari Siska Barendha ̴ @cizuchan

Dua Pribadi Adi Aribowo ̴ @adiaribowo

Heaven in the Mailbox Rosmansyah  ̴ @rosmensucks

Jangan Berdiri di Belakang Anisa Putri Rizky Pramadhani ̴ @putririzkyp

Kejutan! Luthfiyah Risdiana ̴ @fialuth

Mengulum  Senyum Imelda Putri ̴ @ineldhaputri

Mukena dan Sajadah Putri Bhima Priantoro ̴  @abhiemz

Nasi Goreng Aira Zahra ̴ @lulusfitriana

Negeri Ngeri Galeh Pramudita Arianto  ̴ @galiehpa

Pulang Vanessa Praditasari  ̴  @vanezzs

Sandal Buyung Maria Manik Lestari Andayani ̴ @ManikManuk

Satu Hari Melati Maeky Permata ̴  @melati_jewel

Sebelum Petang, Aku Pulang Ita Sholihatin ̴ @itashn

Sepasang Sayap Untuk Miranda Lusia Dayu ̴  @lusiadayu

Seratus Delapan Karung Terigu Elva Mustika Rini ̴ mustikaelva@gmail.com

Sudut Harapan Sekar Kanya ̴ @sekarkanya

Surat Untukmu, Senyum Untukku Herman Kurniawan ̴ @hermandante

Sore Wening Ayu ̴ @weningAA

Titik Balik Dedy Siswanto  ̴  @dedysswnt

Harga bukuKejutan Sebelum Ramdhanadalah @Rp 40.000,-

CARA PEMESANAN BUKU:

Silakan email ke alamat: admin@nulisbuku.comdengan subyek email: ‘BELI BUKU KEJUTAN SEBELUM RAMADHAN’ dan menyertakan nama lengkap, alamat, no hp dan judul bukunya. Lalu tunggu reply dari admin.

Contoh isi email:

Nama: Andri Setiawan,

Alamat: Jl. Galaxy Bumi Permai Blok A-7 Surabaya,

No HP: 081331234567

Judul buku: Kejutan Sebelum Ramadhan, buku #3.

Jumlah: 10 eksemplar.


Setelah mengirimkan email tersebut admin akan membalas email beserta jumlah uang yang harus ditransfer dan nomor rekening untuk pembayarannya.
 
Sabtu, 30 November 2013

Sweet Memories

Grajagan Beach, Banyuwangi, East Java
with all my BIG Family...
My little sister, seekingclam shell, on coral

My Sisters, smile

My sisters, happy

Me, sitting on the coral

owh, she's cute, windy

Two girls, happy, beautiful

say "Peacee..."

it's me!

be careful! waves is coming!

standing on the beach

standing under sky

my cousin, funny

whuups!!

yeah!




Grajagan Beach, The Sweetest Memories

POETRY (1)



Simfoni Sejumput Rumput

Tentang sejumput rumput
Yang menyanyi dalam diam
Yang tersenyum dalam tangis
Dan…
Yang tertawa dalam kedustaan

Sejumput rumput
Ketika ingatannya melayang
Bebaskan benaknya berterbangan
Kumpulkan semua kisah
Bak selaksa potongan puzzle
Menjadi sebuah memorabilia

Terus ia menerawang
Menyibak benang tirai yang terpasang
Menjelajah masa-masa silam
Penuh caya kebahagiaan
Sarat akan kedamaian
Cinta kasih dan ketulusan

Dunianya begitu indah
Begitu hijau nan asri
Pohon perdu menjulang tinggi
Bunga bermekaran sana-sini
Tirta dewa mengalir suci
Membelah kota yang sepi sunyi
Tak ada bising mengoyak kuping
Kepul asap yang menyiksa diri
Tak juga onggokan sampah berserak rapih

Rumput itu tersenyum
Senyum hambar untuk kenangannya
Tanpa sepercik gula-gula dalam senyumnya
Hanya senyum tipis kulit lumpia tersungging
Tuk dunia fatamorgana

Lekuk bibirnya mulai hanyut
Senyum rumput telah terenggut
Air mukanya mengerut, menatap dirinya kisut
Ia hanya sejumput rumput
Dari sisa gersang kemarau panjang
Dari gelombang air bah penuh sampah
Terjangan batu dan tanah tanpa ampun
Kicauan mesin pabrik memekakkan
Dan asap hitam pekat nan kejam

Dan ia bernyanyi
Dalam tangisnya ia bersimfoni
Mengalunkan nada elegi
Bercampur pahit hidup yang ia jalani
Ia menjerit minta tolong
Siapa yang mau menolongnya ?
Mengembalikan dunianya ?
Alam hijau nan asri
Bukan kota sampah biadab

Tapi, siapa peduli dengan alam ini ?
Siapa peduli dengan permohonannya ?
Ia hanya sejumput rumput
Yang bersimfoni nada elegi
Rabu, 27 November 2013

Mata Anak Panah



Aku sudah muak berada di sini. Terlalu sering aku tersedak debu. Semakin lama semakin bosan. Aku terus mengeluh. Mengapa tak seorang pun mau melirikku?
Aku pun muak dengan teman-teman tas lain. Mereka tak pernah ramah padaku. Mereka mengejekku habis-habisan. Sakiiit... sekali. Aku benar-benar amat iri pada mereka. Tak sampai seminggu, mereka pasti laku keras. Trend mereka memang oke dan berkelas. Sedangkan aku?
Jangan tanya, deh. Aku hanyalah sebuah tas kulit lusuh warna cokelat tanpa daya tarik secuil pun. Tas-tas lain biasa menyebutku Cokelat. Aku tak lagi berada di dalam etalase yang hangat dan nyaman.Sekarang, sudah tujuh bulan lima belas hari aku tergantung di toko.Well, digantung tanpa plastik pelindung. Jahat benar pegawai toko ini.
Bukan hanya sekali-dua kali. Tiap ada pelanggan yang datang, aku selalu berharap ada yang membeliku, atau hanya sekedar melirikku. Namun, apa dayaku? Aku sudah tidak trendy lagi. Model tas sepertiku sudah jadul sementara para pelanggan di luar sana fashionable. Tak dapat kupungkiri, aku selalu iri pada tas-tas lain yang menyambut dengan suka-gembira tas plastik berlogo toko ini.
“HEI, Cokelat! Ngelamun nih yee…?”
Tiba-tiba terdengar suara yang amat familier. Si Merah Maroon. Aku hanya mendengus sebal mendengarnya. Ah, harus siap-siap tutup telinga nih. Aku berani bersumpah demi nenek moyang tas di seluruh dunia, si Maroon pasti mulai melancarkan serangan mautnya.
“Mikirin apa sih? Gara-gara nggak laku-laku ya?“
Aku memutar bola mataku ke arah lain, mencoba bersikap acuh tak acuh.
“Apa perlu aku nyanyikan lagu untukmu, Cokelat? Ibu-ibu, bapak-bapak, siapa yang mau beli... Cokelat tak laku-laku... huhuhu...
Apaan sih? batinku kesal, tak sanggup menebalkan telinga. Hatiku mulai sakit mendengar cemoohannya.
“Zaman sekarang modelmu sudah nggak trendy lagi, tuh!“
Oh God, sebuah mata anak panah menembus jantungku.
Well, maaf-maaf saja ya, Cokelat. Tapi sepertinya aku nggak akan bisa nemenin penantian panjangmu yang nggak bakal berakhir ini, deh. Lihat gadis berkaus putih itu nggak?” Si Maroon tersenyum penuh kesombongan,” Dia melirikku terus, tuh!”
Walaupun harga diriku terasa tercabik-cabik, aku penasaran dengan perkataan Maroon. Mau tak mau aku mengikuti arah pandangnya dan memastikan dengan mata kepalaku sendiri. Sialnya, si sombong Maroon itu benar.
“Yeah, aku sangat menarik dibandingkan kamu, bukan?”
Huh, terserah deh! Batinku sesak. Ada empat mata anak panah lagi yang menusuk ulu hatiku. Arghhh… sakiiit…
Cepat-cepat aku menghibur diri sendiri dan menerima kenyataan dengan lapang dada. Uh, padahal si Maroon baru saja tinggal lima hari dan hari ini ia sudah laku! Sulit dipercaya! Mengapa aku tidak begitu? Mengapa aku harus menjadi korban setia butiran debu sepanjang musim ini? Benar-benar sulit dipercaya.
Di kemudian hari aku punya teman baru. Oh, kurasa ia tak pantas kuanggap sebagai teman karena sama halnya dengan tas-tas lainnya, ia turut mengejekku. Pendatang baru kali ini bernama Violet, warna lembayung.
Dia tampak mmm... amat cantik dan berkesan elegan. Uh, bikin iri saja. Dan bikin makan hati sampai hati ini terasa amat pilu. Tak seperti Maroon, si Violet lebih sadis. Tidak berperike-tas-an !
’’Mengapa aku mencium bau menyengat yang tidak sedap ?˝ katanya seraya menutup hidung.
˝Hei, kau keliru, kali. Aku tidak mencium apa-apa. Memangnya bau seperti apa?“ timpal si Putih, tas kanvas yang jutek.
“Mmm… seperti bau bangkai busuk, atau bau sampah dan sejenisnya. Dan bau itu tepat persis berasal dari SEBELAHKU.”
Aku yang mendengarnya terkejut seketika itu. Dadaku terasa sesak sekali. Hatiku sakit, seperti ada sesuatu yang menghimpitku. Apakah aku seburuk itu? Oh, dua puluh lima mata anak panah kembali menghunjam dadaku.
Ucapan kejam nan sadis yang terlontar dari mulut Violet membuatku amat terpukul. Setelah itu aku berusaha tidak berkomunikasi dengan tas-tas lainnya. Bahkan sebisa mungkin aku menghindari kontak mata walaupun tak disengaja. Terlalu banyak mata anak panah yang mendarat padaku dan aku tak akan sanggup lagi menahan rasa sakit yang tak terperi.
***
Aku tersedak debu ketika pegawai toko itu membersihkanku dengan kemucingnya seraya berkata,“Kasihan, kau. Seharusnya hari ini kau akan kubuang ke tempat sampah. Tetapi kemarin ada yang menelepon dan menanyakan apakah masih ada tas kulit warna cokelat yang murah meriah. Untung kau belum kubuang. Biarpun murah, tetap saja uang.“
Raut mukaku menjadi cerah seketika.
Aku akan laku! Sorakku dalam hati. Sepanjang waktu aku menunggu si pelanggan tanpa menghiraukan ejekan pedas dari tas lainnya.
“Kudengar kau akan laku ya?“ ujar Violet dengan nada tak suka.
Aku hanya tersenyum menanggapinya. Well, merupakan suatu prestasi yang luar biasa bisa mengalahkan pamor si Violet yang amat cantik dan elegan itu!
“Huh, gitu aja bangga! Memangnya kau bernilai jual berapa sih?” tukas si Putih Kanvas.
Aku tetap membungkam mulut. Nggak ada untungnya memberi tahu mereka berapa nilai jualku.
“Itu sih nggak usah ditanyakan lagi!”sambung Violet,”Paling-paling juga seharga obralan kaus kutang!”
Uh... pedas nian ucapanmu wahai Ratu Congkak!
Aku memalingkan muka, menatap jalanan yang ramai. Orang-orang berlalu-lalang berjalan di atas trotoar. Beberapa ada yang memperlambat langkah mereka untuk sekedar melihat-lihat toko, termasuk toko tas yang kini kutinggali.
Tiba-tiba seorang gadis berparas cantik memasuki toko kami. Ia terlihat seperti sedang sakit. Tubuhnya tinggi tapi kurus kerempeng. Matanya cekung dan kulitnya yang putih terlihat agak pucat. Langkahnya lebar, terkesan sedang tergesa-gesa. Ia mendekat pada salah satu pegawai toko dan berkata sesuatu. Kemudian pegawai toko kami membawanya menuju deretan tas tempat hunianku.
Hei, ternyata gadis itu adalah pembeliku!
Aku pun menyambut tas plastik putih berlogo toko kami dengan senyum sumringah. Emosiku begitu meluap-luap, sampai aku tak menyadari si Violet menatapku dengan tatapan membunuh. Biar saja. Emang gue pikirin?
***
Kini aku telah memiliki majikan. Aku benar-benar siap sedia dengan tugas perdanaku. Walaupun agak berat karena barang bawaan majikanku yang banyak, aku tetap bersemangat menjalankan tugas.
“Hei, mengapa kamu senyam-senyum terus?” sebuah suara menyadarkanku.
“Oh, hei, dompet biru! Maaf, aku terlalu senang karena ada orang yang mau membeliku dan menjadikanku sebagai budaknya.”
“Yang benar saja, tas cokelat!” timpal HP hitam.
“Hmm?” aku meliriknya heran.
“Kami bahkan sudah muak menjadi budak gadis ini selama berbulan-bulan. Sangat muak!”
Dahiku berkerut-kerut mendengarnya.
“Mengapa? Hei, harusnya kalian bersyukur tahu! You know what, aku sudah memimpikan tugas baruku ini sejak lama.”
“Bersyukur katamu? Aku belum segila itu!” jawab HP sinis.
“Hhh... sudahlah. Jangan berdebat terus.” Dompet biru menengahi.
“Ingat ya, Cokelat. Kau pasti akan menarik ucapanmu jika masih bersikeras bersyukur seperti itu!”
Setelah kejadian itu, bebanku mulai ringan. Beberapa barang pribadi majikanku sudah raib entah ke mana. Si HP hitam juga telah hilang. Sepertinya sudah dijual oleh si gadis. Padahal aku masih penasaran dengan perkataannya yang kini memenuhi benakku. Bukan hanya HP hitam yang menghilang, namun si ramah dompet biru juga ikut lenyap. Kini hanya ada berlembar-lembar uang seratus ribu dan lima puluh ribuan yang diikat rapih. Aku enggan berbicara dengan mereka karena suara mereka amat mahal, semahal nilainya. Well, bagaimanapun juga, mereka berada di atasku karena dengan merekalah aku bisa dibeli.
Tak lama kemudian beberapa dari uang tersebut diambil majikan. Hatiku senang, sekaligus berharap-harap cemas. Mungkin si gadis akan membeli sesuatu yang baru. Dan aku akan punya teman mengobrol lagi seperti HP dan dompet biru.
Agak lama, datanglah penghuni baru. Dia adalah bubuk putih yang dibungkus plastik. Aku bertanya-tanya dalam hati. Siapakah gerangan si bubuk putih ini?
Keherananku bertambah ketika datang lagi lembaran-lembaran daun kering dan satu boks pil-pil. Aku pun memberanikan diri menyapa mereka.
“Hei, kawan! Siapa kamu?” sapaku dengan senyum ramah tersungging di bibir.
Tetapi salah satu dari mereka, si bubuk putih menatapku sinis.
“Aku salah satu NARKOBA.”
***
Oh, lima puluh mata anak panah menghunjam seluruh tubuhku seketika itu. Kali ini aku benar-benar amat terpukul. Berhari-hari aku membawa mereka kian-kemari. Mereka datang dan pergi, silih berganti. Membuat kesedihanku kembali datang menyusup dalam hati.
Kini aku tahu apa maksud HP hitam. Dan kini aku sungguh menyesal tak mempercayainya. Lebih baik aku tersedak debu setiap hari. Tergantung sepanjang waktu di toko. Mendengar tas lainnya memperolok-olokkan diriku. Atau bahkan terbuang dan dirongsokkan bersama sampah-sampah hina.
Hidupku yang sekarang lebih sengsara.
Aku tak henti-hentinya menangis dalam hati. Tiba-tiba, di sela tangis sesalku, aku mendengar gonggongan anjing. Lima detik kemudian aku menjerit dengan hebatnya.
Oh, tali tasku copot satu digigit anjing! Kemudian aku dikoyak-koyak olehnya. Namun yang lebih menyakitkan, si gadis tak mencoba menyelamatkanku. Hatiku ikut terkoyak melihat majikanku yang berlari menjauh dengan membawa mereka, barang kesayangannya.
Setelah puas mencabik-cabik diriku, anjing itu pergi begitu saja. Aku menangis sendu meratapi nasibku. Namun, seolah ada malaikat yang turun dari langit datng menghiburku. Aku sadar, lebih baik aku begini daripada menyembunyikan barang haram itu. Setidaknya, aku tak lagi berkomplot untuk merusak generasi bangsa ini.
Tiga puluh dari lima puluh mata anak panah mulai terlepas perlahan dari tubuhku. Dan aku akan berjuang lebih keras untuk melepas yang lainnya, yang merenggut kebahagiaanku.