The
Story of My Gank
Oleh:
Melati Maeky Permata
“Git, kalo boleh jujur nih…” Fifi
mengguncang pundakku.
“Hmm?” aku mendongak dan berhenti
menulis Pooh,diaryku.
“Tapi sebelumnya aku mau tanya dulu
nih. Mumpung gak ada Riswanda.”
“Kok kayaknya rahasia banget, Fi?”
“Iya nih.”
“Ya udah, ngomong aja langsung.”
“Mmm,,, selama 9 tahun iini kamu
merasa ada perubahan gak dengan persahabatan kita?”
“Maksudnya?” Fifi ini kok basa-basinya panjang? batinku.
“Ng,,, apa kamu merasa nderedek kalo deket Riswanda?”
“Hah?” aku melongo. Apaan sih Fifi
ini? Aneh. Jarang banget ngomong beginian.
“Kalo Gita sendiri gimana? Soalnya aku
nderedek.”
Aku? “Nggak, sih. Kenapa?”
What? Tidak? Padahal, untuk menatap
matanya aku harus pasang double jantung. Itupun dengan jarak yang jauuuh. Gimana
kalo jarak 10cm? Ya Tuhan, bisa-bisanya aku berbohong begini.
“Mmm,, kayaknya aku kena SJC deh…”
Apa? Sahabat Jadi Cinta? Dan aku
juga. Arggghh…
“Ng,, well, it’s okay. Mulai kapan?”
“Mmm… tiga tahun yang lalu.”
Tiga tahun? Kelas 1 SMP dong?
Berarti sama kayak aku dong?!
“Waktu kapan?” tanyaku hati-hati.
“Mmm… waktu acara pesi perpisahan
kelas tiga…”
Voila!
Aku
inget sekarang. Dengan gentleman, Riswanda nolong Fifi dari sambetan kakak kelas. Melihat itu, aku
jadi jealous pada Fifi. Yah, saat itu
juga aku menyadari kalo aku suka dia.
Mulutku ber-ooh-ria.
“Eh, tapi jangan bilangin ke
Riswanda ya!” pinta Fifi.
“Ng, gimana ya??” godaku.
“Please… okay???” dia memohon dengan wajah memelas.
“Oke deh. Siiipp!!!” kami
mengaitkan jari kelingking.
***
Saat itu aku berpamitan kepada
Riswanda untuk pulang. Kami bertiga memang bikin proyek seni rupa. Kami udah
nggak terpisah deh. Tapi setelah berjalan beberapa blok, aku teringat sesuatu. Ternyata
pooh-ku ketinggalan di rumah
Riswanda!
Mampus!! Gimana nasibku terus?? Gimana
kalo dibaca?? Mana belom dikunci, lagi! batinku panik.
Drrrtt… drrrt…
HP-ku bergetar. Riswanda??
“Halo, Ris?”sapaku gugup.
“Besok bisa bicara, Git?”
“Mmm,,, bisa kok. Sama Fifi?”
“Iya. Udah ya..”
“Eh,, bentar! Tau diary-ku nggak??”
tanyaku panik.
“Apa, Git? Aku nggak denger. Besok aja
deh.” potongnya dingin.
Sambungan diputus! What happen with him?
***
“Aku mau ngomong.” Kata Riswanda
dingin.
“Apaan? Kok kayaknya serius amat…”
Fifi dengan santainya memainkan sedotan jusnya. Aku berpura-pura SMS-an padahal
HP-ku drop!
“Kalian bisa serius dikit nggak
sih?” pinta Riswanda.
“Lho, bukannya biasanya kita bicara
dengan santai? Enjoy dikit dong, Riiiss.” Fifi mengaitkan jemarinya dengan
milik Riswanda. Aku merasa… jealous?
“Fi, ini bukan waktunya bercanda! Dan
kamu, Gita! Jangan SMS-an dulu bisa?” Riswanda melepas jemari Fifi dan merebut
HP-ku,”Oh, good! This the best lies from
my bestfriend!!! Gita! Kenapa bohong sih? Orang HP-mu drop gini mau
SMS-an?!”
Shit!!
Dia marah..
“Iya, iya. Makanya kalo ngomong
cepetan!” aku menyambar HP-ku.
“Coba dengerin rekaman ini.”
Oh, Tuhan… itu kan rekaman
percakapanku dengan Fifi tempo hari! OMG!!!
Muka Fifi pucat. Badannya gemetar.
“Ris,, kamu…” gumamnya tak jelas.
“Dan baca ini!” dia mengeluarkan
buku. Itu pooh!! Terlambat!!! Fifi udah
membacanya. Matanya melebar. Mulutnya mebulat. Dia ber-ooh-ria sinis.
Dengan sigap, aku menyambar pooh dan memasukkannya ke dalam tas.
“What do you mean??” tanyaku sinis.
“Maksud kalian apa? Malu kena SJC
ya?? Kenapa saling nyembuiin rahasia gini, sih?!” dia memutar balikkan
pertanyaan.
“Oke, sekarang apa maumu?”
tantangku.
“Ris, sekarang kamu pilih siapa? Aku
tau Gita??” tiba-tiba Fifi bersuara.
Aku melotot.”Fi, kamu gila ya? Kita
ini sahabatan!” aku mengingatkan. Aku nggak pingin kehilangan Fifi dan Riswanda
sekaligus yang udah 9 tahun bersahabat.
Riswanda diam seribu bahasa. Dia terlihat
sedang…berpikir?? Ahh,, bête! Aku menyambar tasku dan segera beranjak dari
tempat itu. Tapi, Riswanda menahanku.
“Persoalan ini belum selesai, Git.”
“Kalo gitu cepet bilang kamu pilih
siapa, Ris!” Fifi bangkit.
“Duduk, Fi.” Perintah Riswanda
tegas. Fifi menurut. Aku pun ikut duduk supaya nggak jadi totonan kantin yang
ramai. Untung orang-orang nggak peduli.
“Sebenernya, ada yang aku
sembunyiin dari kalian selama ini.” Kata Riswanda.
Apa?
Kamu punya pacar diam-diam? Nggak kaget kok. Mukamu kan menjual, batinku.
“Apa?? Jangan bilang kalo kamu punya
pacar!” desis Fifi sinis,”Atau… kalian pacaran?”
Mataku melotot. Aku hendak nyolot,
tapi Riswanda udah buka mulut.
“Cewek-cewek, diem dulu, ya. Aku mau
ngomong serius. Aku sengaja ngajak kumpul gini karena kupikir kalian udah
saatnya untuk tau bahwa aku…”
Aku diam. Masih sedikit marah. Fifi
menyedot jusnya kuat-kuat.
“Aku gay…”
Uhuuuk!!!!!!
“What?? Are you crazy, Ris??” tanyaku tak percaya. Fifi buru-buru
minum karena tersedak.
“Nggak. Aku waras kok. Tapi begitulah
kenyataannya.”
***
Setelah itu hubungan kami renggang,
terutama Fifi. Mungkin dia sakit hati arena Riswanda menyembunyikan rahasia
besar yang benar-benar menyakitkan. Fifi menghindar, dengan alasan sibuk
hangout dengan pacar baru. Aku maklum. Tampangnya emang menjual. Tapi aku jadi
nggak enak hangout bareng Riswanda aja. Memang, aku masih bisa ngegossip
cowok-cowok keren yang lewat, tapi ini dengan RISWANDA!! Walaupun gay, aku
masih belum terbiasa.
Rasanya jenuh. Plus iriiiiii banget
dengan Fifi. Masa dia udah dapet pengganti tapi aku belum?
Masih dalam kebimbangan, aku
melangkah ke radio café, di kawasan kartini. Rasanya pingin nongkrong di sana
biarpun sendirian. Tapi mataku terpaku pada cewek berbaju ungu. She’s Fifi! Kok sendiri? Katanya lagi
bareng Damar, pacar barunya? Jangan-jangan…
Aku segera mengambil kursi dan
menelepon Fifi.
“Halo, Git.”
“Fi, di mana?”
“Ng… di radio café nih, bareng
Damar. Ini dia di sebelahku.”
Apa?? Di sebelah?”Oya? aku juga di
radio café, lho!”
“Hah?!” Fifi terkejut dan menoleh. Matanya
menemukan mataku. Ia kemudian berbalik dengan cepat. Aku menghampirinya.
“Ngapain sih pake bohong segala?! Pake
alasan punya pacar baru, lagi!” tanyaku.
“Iya, sih. Tapi aku begini
gara-gara Riswanda..”
“Ya ampun, Cuma itu?” aku tertawa.
“Eh, kamu bilang juga nge-date. Bohong juga ya?”
Aku nyengir.”Hehehe… sorry. Habis kalo
ngegossip cowok ganteng bareng gay gak asiiik.”
“Huuuuu!!!!” cibir Fifi.
“Hei!!!!!!” tiba-tiba Riswanda datang.
Fifi dan aku berpandangan khawatir,
takut Riswanda ngamuk lagi.
“Kalian ini bener- pecundang ya?”
sindir Riswanda.
“Hahaha… yang penting jojoba dooong.” Sahut Fifi.
Riswanda mengangkat alis, nggak
tahu.
“JOMBLO-JOMBLO BAHAGIA!!!”
***