Hari ini aku melihat
seorang gadis berparas cantik sedang berdiri di balik pilar gedung. Matanya
memandang lekat ke suatu arah. Aku pun mengikuti arah pandangnya lantas
tersenyum simpul. Rupanya gadis itu tengah memandangi seorang pemuda yang duduk
di atas motor balap sambil mengisap sebatang rokok. Tak lama kemudian datang
segerombolan geng motor balap. Pemuda tadi membuang rokoknya lalu menginjaknya.
Kemudian ia menstarter motornya dan pergi bersama geng motor balap tersebut. Si
gadis melenguh perlahan. Di wajahnya terbersit kekecewaan. Anehnya, aku pun
juga merasakan kekecewaan gadis itu.
***
Entah bagaimana bisa tiba-tiba aku melihat gadis yang kulihat di balik pilar gedung tadi berada di
sebuah keramaian arena balap liar. Hiruk-pikuk pemuda-pemudi memenuhi tempat
itu. Si gadis terlihat agak kebingungan berada di tempat itu meskipun ia
bersama temannya.
“Ayo, ikut aku mencari
Kak Ray-mu!” ujar temannya.
“Kau yakin, Nancy? Aku
ingin pulang.”
“Kau sudah
sampai di sini, tapi ingin menyerah begitu saja? Kau bahkan belum memulai.”
Si gadis terlihat
bimbang.
Firasatku tak enak. Aku
terus menggigit bibir dan akhirnya berteriak,”Jangan! Jangan ikuti dia!”
Namun, si gadis itu tak
dapat mendengarku. Ia malah menganggukkan kepala, pertanda setuju.
Mau tak mau aku
mengikuti mereka ke arah gerombolan pemuda yang asyik nongkrong di atas motor
balap. Ada juga beberapa yang berdiri di samping motor balap mereka. Kulihat
pemuda yang diam-diam diintip si gadis tadi sore tengah berdiri sambil mengisap
sebatang rokok. Kepul asap yang memenuhi udara di sekitar membuat si gadis
terbatuk-batuk.
“Nancy! Tumben kau kemari.”
ujar salah seorang pemuda bertopi. Yang disapa hanya tersenyum lalu
berujar,”Bagi rokoknya dong!”
Pemuda bertopi mengulurkan
sebungkus rokok dan pemantik api. Si gadis membelalakkan kedua bola matanya
melihat teman perempuannya dengan enteng menyulut sebatang rokok.
“Nih!” bisik temannya.
“Nggak. Jangan gila
deh!”
“Coba aja. Ini siasat
untuk menarik perhatian Kak Ray. Geng motor balap ini suka cewek yang jago balap
dan merokok. Udahlah, kamu coba pelan-pelan daripada kamu ikut balapan.”
Aku menjerit ketika
akhirnya si gadis mencoba menyulut sebatang. Mulanya ia terbatuk-batuk. Namun
temannya segera menatapnya tajam. Ia pun menahan batuknya hingga matanya
memerah. Setelah habis sebatang, ia bertanya,”Kok reaksi Kak Ray biasa aja? Dia
bahkan nggak melirikku!”
“Kamu kan masih habis
sebatang. Besok kita coba lagi.”
Keesokan harinya aku
melihat lagi pemandangan mengerikan itu. Si gadis kini mengisap rokok sebatang
demi sebatang di hadapan geng motor balap. Begitulah seterusnya. Namun Kak Ray
tetap tak kunjung memberikan perhatian lebih padanya. Hal tersebut membuat
gadis itu semakin membabi buta. Hingga merokok pun sudah menjadi kegemaran baru
baginya.
“Kenapa sih Kak Ray lempeng
aja?”
“Jangan-jangan
seleranya tinggi!”
“Tapi aku lihat bahkan
dia nggak pernah ngabisin sebatang!”
“Jaim kali. Sudahlah,
mending kamu akhiri usahamu. Sia-sia!”
“Nggak! Aku bakal tetap
merokok sampai Kak Ray melihatku!”
Kontan saja aku
memekik,”Bodoh, berhentilah merokok! Kau benar-benar dibutakan cinta!”
Namun teriakanku hilang
begitu saja layaknya angin lalu.
Sampai akhirnya gadis
itu merasa kesakitan dan terbujur di rumah sakit.
***
Tiba-tiba dunia di
sekelilingku gelap. Ketika aku membuka mata, yang kurasakan adalah aku sulit
bernapas. Dadaku sakit dan tubuhku terasa lemah. Kini aku terbujur di rumah
sakit. Sejenak aku bingung, bukankah seharusnya si gadis perokok yang terbaring
di sini? Namun kemudian aku sadar. Ternyata si gadis bodoh adalah aku yang kini
terbaring di rumah sakit berbulan-bulan.
Lambat laun aku teringat
perkataan Kak Ray beberapa waktu lalu ketika menjengukku.
“Bodoh
kamu, Moniq! Mengapa kau harus merokok untuk menarik perhatianku? Kau tahu, aku
bahkan tidak pernah merokok. Aku hanya berpura-pura…”
Air mataku menetes saat
itu juga. Ya, bodoh sekali. Sekarang kanker paru-paru itu mengggerogoti tubuhku
dan aku tak kuasa melawannya. Penderitaanku sungguh meyakitkan tanpa henti. Dan
itu semua karena kepul asap bejat itu.